"Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Q.S. Ar-Ruum (30) ayat 30 :
Fitrah
menurut ayat diatas adalah dasar penciptaan manusia, sifat pembawaan
manusia sejak ia diciptakan dan merupakan kebutuhan hakiki manusia.
Kebutuhan manusia dibagi dua, yaitu kebutuhan fitrah dan kebutuhan
‘kebiasaan'. Kebutuhan fitrah adalah kebutuhan hakiki setiap manusia,
seperti kebutuhan berkeluarga, rasa ingin memiliki, keingintahuan akan
sesuatu dan keinginan mencinai dan dicintai. Kebutuhan-kebutuhan ini
tidak bisa dilepaskan dari manusia, meskipun generasi berikutnya dididik
khusus agar dalam hidup mereka tidak mengenal kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Adapun kebutuhan kebiasaan adalah kebutuhan yang tidak melekat
dengan penciptaan manusia, tetapi akan menjadi kebutuhan manakala
dilakukan berulang-ulang, seperti kebutuhan akan minuman keras atau
ganja, perlahan-lahan keiasaan tersebut akan menjadi bantuan alamiah,
tetapi dengan usaha intensif kebutuhan-kebutuhan itu dapat ditinggalkan,
bahkan dapat mendidik generasi berikutnya untuk tidak pernah mengenal
sedikitpun kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Contoh
kasus, di negara komunis. Pemerintah komunis berusaha untuk
melaksanakan sosialisme sebagai tonggak persatuan negara dan pemusnahan
tatanan kekeluargaan yang bersifat pribadi agar masing-masing pribadi
warganya seperti skrup-skrup kecil yang membangun suatu negara tanpa
memiliki kepribadian, kecuali kepribadian negara itu sendiri. Tetapi
semua usaha itu gagal total, sebab dorongan untuk membentuk keluarga
merupakan dorongan fitrah. Jauh dilubuk jiwanya, setiap manusia
menghendaki pendamping hidupnya dan sangat menghendaki anak sebagai
wujud kelanjutan dirinya di bumi ini.
Suatu
norma sosial akan tetap lestari jika ia merupakan satu-satunya
kebutuhan fitrah atau satu-satunya sarana untuk mencapai
kebutuhan-kebutuhan fitrah tersebut. Norma sosial itulah agama.
Islam
sebagai agama adalah kebutuhan fitrah yang akan melekat terus dalam
kebutuhan manusia. Fitrah manusia yang membutuhkan agama, digambarkan
Allah dengan suatu perjanjian antara Allah dengan manusia jauh sebelum
manusia di alam rahim, atau tepatnya di alam ruh.
“Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar
di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", Q.S.
Al-A’raf (7) ayat 172.
Perjanjian inilah yang dimaksud keterikatan mansuia kepada Agama, begitu pula yang diungkapkan oleh para tokoh berikut ini :
1.
Alexis carell : “Pada batin manusia ada seberkas sinar yang menunjukkan
kepada manusia, kesalahan yang terkadang dilakukannya. Sinar inilah
yang mencegah dari kemunkaran. Bahkan terkadang manusia merasakan
kebesaran dan keagungan ampunan Tuhan”.
2.
William james : “Perbuatan manusia lebih terikat kepada naluri agamanya
dibanding kepada perhitungan materialnya. Kita melihat manusia memiliki
sifat ketulusan, keikhlasan, kerinduan, keramahan, kecintaan dan
pengorbanan, semua itu adalah dorongan keagamaan yang tidak akan
terlepas dari sifat semua manusia.”
Jadi
terlihat sekali bahwa orang yang mengingkari agama, Tuhan serta seluruh
panggilan fitrahnya, pada hakikatnya ia telah menelantarkan dirinya dan
melupakannya, itulah awal kehancuran orang yang telah mengingkari
kebutuhan akan agamanya.
“Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang
yang fasik.” (Q.S. Al Hasyr (59) : 19)
Para
ilmuan barat bukan hanya melupakan Tuhan / Agama, malah mereka hendak
mengganti peranan Tuhan, sebab menurut mereka Tuhan telah mati! Menurut
mereka tidak ada yang tersembunyi dan mustahil dihadapan ilmu
pengetahuan. Salah seorang ilmuan barat yang terkenal (kekafirannya)
adalah Emond Leech yang mengarang buku berjudul “Kami Ahli Pengetahuan
Harus Mengambil Alih Peranan Tuhan”.
Menurut
Emond Leech, jenis manusia yang akan lahir kedunia itu harus ditentukan
sesuai dengan perkembangan zaman. Zaman sekarang hanya membutuhkan
orang-orang yang bertubuh kuat, berfikiran cerdas, bergerak cepat dan
berwajah cakap. Orang yang bodoh dan lugu, tidak usah dilahirkan lagi.
Menurut mereka, banyaknya anak yang lahir dengan tubuh yang cacat dan
ideot, menunjukkan Tuhan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan akan
manusia yang berkualitas yang diperlukan zaman modern ini.
Untuk
itu nutfah yang mengandung gen manusia, harus direkayasa hingga
diperoleh bibit-bibit unggul manusia ciptaan sains, bukan ciptaan Tuhan!
Salah
seorang tokoh aliran ini adalah Prof. Paul Ehrenfes, guru besar dalam
ilmu fisika. Ia mencoba mendidik anaknya hanya dengan ilmu fisika. Ia
mencoba mendidik anaknya hanya dengan ilmi exact. Ia bercita-cita kelak
akan muncul anaknya sebagai anak jenius pertama ciptaan ilmu pengetahuan
tetapi apa yang terjadi? Subhanallah! Ternyata anak itu bukan menjadi
seorang yang berakal brilian, malah otaknya menjadi tidak sempurna dan
sangat idiot!
Sang
profesor kecewa dan akhirnya bunuh diri! Sebelum bunuih diri ia sempat
membuat surat yang ditujukkan kepada kawannya, Prof. Kohnstaman, bahwa
agama itu perlu (Religion Ist notig), dan ia menyesal telah melukai
Tuhan, kemudian ia mendoakan orang yang masih hidup, “Moge gott denen
beistahen, die ich jetzt so heftig verletze”
“Allah
menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada Allah
Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,” (Q.S. At
Thalaq (65) : 10)
“Lihatlah
bagaimana mereka telah berdusta kepada diri mereka sendiri dan
hilanglah daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka
ada-adakan.” (Q.S. Al-An’aam (6) : 24)
“Maka
Kami binasakan mereka Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan itu.” (Q.S. Az-Zukhruf (43) : 25)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar