Saat aku berjalan
Di gang sempit yang dibelenggu perbudakan
Aku melihat seribu diriku
Berteriak-teriak seperti orang demonstan
Atau tukang obat di jalanan
Sementara sebagian lainnya
Khusyu menjilati darah situasi
Aku teguk air sawah dan botok-botol kosong
Dan bajuku yang robek
Ku tambal dengan cita-cita
Purnama melukiskan pandawa mengajakku untuk studi tour
Ke alam perenungan
Aku masuk ke dalam bioskop kehudupan
Yang sedangh memutar film kebudayaan
Aku menyaksikan. . . .
Dunia sedang tergila-gila menikmati tubuh wanita telanjang di ruang sidang
Dunia sedang asyik berjudi di atas meja perdana mentri
Dunia sedang mabuk berat di ruang makan para birokrat
Dunia sedang tertidur lelap di kursi goyang para penjilat
Kini. . . .
Dunia sedang mengasuh anak jadah dengan pendidikan yang mandul
Dunia sedang mendongkrak isi kepala manusia dengan uang dan semjata
Dunia sedang sibuk membaga-bagikan kemerdekaan dengan legalitas penjajahan
Dunia sedang berusaha merampas kekuasaan tuhan dengan buldozer,nuklir,dan dollar
Sementara. . . .
Kita sedang apa?
Kita sedang sibuk berdandan di depan cermin
Kita sedang teller pengaruh suntikan morfin
Kita sedang asyik mengukir tatto permanen
Kita sedang piknik dengan mobil-mobil baru
Kita sedang menghitung bunga bank
Kita sedang memanjakan diri di depan TV
Kita sedang bernyanyi di mulut-mulut gang
Kita sedang konsen membaca buku-buku statis
Kita sedang memperhatikan guru-guru yang abstun
Kita sedang mengatur strategi untuk mengeroyok kawan sendiri
Kita sedang memaki-maki nama presiden
Kita sedang memperdebatkan harga beras dan BBM
Kita sedang bengong menyaksikan penggusuran
Kita sedang meratapi busung lapar
Kita sedang melacurkan diri untuk membeli sepiring nasi
Kita sedang mengkhianati agama kita sendiri
Akhirnya aku pulang
Dengan membawa segudang pertanyaan
Untuk ku bagi-bagikan kepada semua orang
Di sekitarku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar